Sabtu, 20 Juni 2009

Cintanya Rasullulah SAW

Assalamu ‘alaikum Warahmatullhi Wabarakatuh..
Bism ilLah wa lhamdu li lLah washshalatu wassalamu ‘ala rasuli lLah wa ‘ala alihi wa ashhabihi wa ma wwalah, amma ba’d, Sejenak mengingat hari esok ditengah kesibukan, dan kehingar bingaran suasana di dalam kehidupan kita semua. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua,…Amin….


Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai menguning,burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap :

Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur’an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku.”

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

“Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.

Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?” “Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang.”Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata jibril.

Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ” Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya,” kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.”

Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.” Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanukum, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu.”

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.“Ummatii, ummatii, ummatiii” - “Umatku, umatku, umatku”

Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi

* * *
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Kirimkan kepada sahabat-2 muslim lainnya agar timbul kesadaran untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya mencinta kita. Karena sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka.

Subhanakallahumma wa bihamdiKa asyhadu allaa Ilaaha illa Anta,
astaghfiruKa wa atubu ilaik.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

BUAT BUNDA TERTAWA

Saat kita masih dalam buaian, dengan bersimbah keringat dan badan pegal-pegal, ibu bisa berjam-jam menggendong kita hanya agar jerit tangis terhenti, agar membias senyuman indah di bibir kita. Kala itu, rasa pegal-pegal di bagian punggungnya atau rasa sakit di pinggang dan lehernya, sudah tidak dirasakan lagi. Senyuman kita, bagi seorang ibu, adalah hadiah mahal yang mau dia bayar dengan apapun juga.

Saat usia sudah mulai menggerogoti kekuatan fisik seorang ibu, teronggaklah dia menjadi orang tua yang serba pasrah menerima segalanya. Ia hanya terus berharap, agar segala upayanya selama ini tidak sia-sia. Agar anaknya bisa hidup berbahagia lebih beruntung dari dirinya. Meski demikian, tali kasih itu ternyata tidak pernah terputus. Dengan merangkak pun dia siap, untuk mendatangi kediaman anaknya yang amat jauh, demi berkesempatan melihat wajah anaknya yang ceria, demi memastikan bahwa anaknya itu masih baik-baik saja.

Dengan realitas itu seorang anak harus sedikit tahu diri. Ia sudah sepatutnya bekerja keras untuk dapat membahagiakan orang tuanya, terutama sang ibu, sebagaimana ibunya telah berusaha membahagiakannya. Seorang ibu mungkin tidak pernah mengharapkan apa-apa. Namun lubuk hatinya, teramat membutuhkan siraman kebahagiaan melalui tawa dan canda.

“Abdulah bin Amru, suatu hari datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalla. Isa berkata, ‘Duhai Rasulullah! Aku sangat ingin berhijrah bersamamu. Namun tadi, aku meninggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis. Apa yang harus kulakukan’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

Pulanglah. Buatlah mereka tertawa, sebagaimana engkau telah membuatnya menangis.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahih-nya II: 63, Abu Dawud II: 17, Ibnu Majah II: 930, dan Ahmad I: 160)

Berupayalah untuk membuat sang ibu tertawa bahagia. Umumnya, pekerjaan itu hanya membutuhkan secercah keikhlasan. Sepucuk surat yang memuat doa hangat, sapaan santun dan sedikit basa-basi menceritakan kabar-kabar terkini sang anak, sudah cukup untuk membuat ibu menyunggingkan senyuman,bahkan terkadang, memaksanya meneteskan airmata naru.

Berupayalah untuk membuat sang ibu tertawa berbahagia. Bisa jadi, terkadang kita harus merelakan biaya cukup besar dikuras dari kantong kita, hanya untuk bisa berjumpa dengan sang ibu. Bahkan, waktu berjam-jam mungkin malah berhari-hari, harus kita habiskan di perjalanan menuju kediamannya. Tapi sadarlah, bahwa kebahagiaan sang ibu adalah kebahagiaan kita juga. Sebesar apapun biaya itu tetap tak ada nilainya, bila dibandingkan doa tulus yang keluar dari mulutnya, ‘Mudah-mudahan, kamu murah rezeki.’

Duhg, dentuman keras seperti membelah jantung, saat kita sadar, bahwa doa itu keluar dari mulut wanita agung yang bukan lebih berkecukupan dibandingkan kita, yang selayaknya doa itu diperuntukkan bagi dirinya sendiri, atau justru keluar dari mulut kita untuk si ibu yang terkasih. Tapi, tampaknya luapan kasihnya yang tidak terbentung, membuatnya mampu untuk lebnih enteng mengucapkan doa mulia tersebut, ketimbang kita…

Berupayalah untuk membuat sang ibu tersenyum bahagia. Di hari-hari tua itu mereka akan sangat membutuhkan hiburan kita.

Surat untuk Ibu:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ibunda. Maafkan kami, bila kurang mengisi hari-harimu dengan tawa.

Maafkan kami, bila kurang mampu membuatmu berbagahagia.

Bahkan kamipun tahu, banyak tindakan dan ucapan kami yang telah membuat hatimu terluka. Demi Allah, kami menyesali semuaitu. Tertawalah bunda, agar hari-hari kamipun menjadi semakin ceria..

Sabtu, 23 Mei 2009

ALLAH MENGABULKAN DOA SETIAP ORANG

Allah Yang Mahakuasa, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang, telah berfirman dalam al-Qur'an bahwa Dia dekat dengan manusia dan akan mengabulkan permohonan orang-orang yang berdoa kepada-Nya. Adapun salah satu ayat yang membicarakan masalah tersebut adalah:

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Q.s. al-Baqarah: 186).

Sebagaimana dinyatakan dalam ayat di atas, Allah itu dekat kepada setiap orang. Dia Maha Mengetahui keinginan, perasaan, pikiran, kata-kata yang diucapkan, bisikan, bahkan apa saja yang tersembunyi dalam hati setiap orang. Dengan demikian, Allah Mendengar dan Mengetahui setiap orang yang berpaling kepada-Nya dan berdoa kepada-Nya. Inilah karunia Allah kepada manusia dan sebagai wujud dari kasih-sayang-Nya, rahmat-Nya, dan kekuasaan-Nya yang tiada batas.

Allah memiliki kekuasaan dan pengetahuan yang tiada batas. Dialah Pemilik segala sesuatu di seluruh alam semesta. Setiap makhluk, setiap benda, dari orang-orang yang tampaknya paling kuat hingga orang-orang yang sangat kaya, dari binatang-binatang yang sangat besar hingga yang sangat kecil yang mendiami bumi, semuanya milik Allah dan semuanya berada dalam kehendak-Nya dan pegaturan-Nya yang mutlak.

Seseorang yang beriman terhadap kebenaran ini dapat berdoa kepada Allah mengenai apa saja dan dapat berharap bahwa Allah akan mengabulkan doa-doanya. Misalnya, seseorang yang mengidap penyakit yang tidak dapat disembuhkan tentu saja akan berusaha untuk melakukan berbagai macam pengobatan. Namun ketika mengetahui bahwa hanya Allah yang dapat memberikan kesehatan, lalu ia pun berdoa kepada-Nya memohon kesembuhan. Demikian pula, orang yang mengalami ketakutan atau kecemasan dapat berdoa kepada Allah agar terbebas dari ketakutan dan kecemasan. Seseorang yang menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan dapat berpaling kepada Allah untuk menghilangkan kesulitannya. Seseorang dapat berdoa kepada Allah untuk memohon berbagai hal yang tidak terhitung banyaknya seperti untuk memohon bimbingan kepada jalan yang benar, untuk dimasukkan ke dalam surga bersama-sama orang-orang beriman lainnya, agar lebih meyakini surga, neraka, Kekuasaan Allah, untuk kesehatan, dan sebagainya. Inilah yang telah ditekankan Rasulullah saw. dalam sabdanya:

"Maukah aku beritahukan kepadamu suatu senjata yang dapat melindungimu dari kejahatan musuh dan agar rezekimu bertambah?" Mereka berkata, "Tentu saja wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Serulah Tuhanmu siang dan malam, karena 'doa' itu merupakan senjata bagi orang yang beriman."1

Namun demikian, terdapat rahasia lain di balik apa yang diungkapkan dalam al-Qur'an yang perlu kita bicarakan dalam masalah ini. Sebagaimana Allah telah menyatakan dalam ayat:

"Dan manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan manusia itu tergesa-gesa." (Q.s. al-Isra':11).

Tidak setiap doa yang dipanjatkan oleh manusia itu bermanfaat. Misalnya seseorang memohon kepada Allah agar diberi harta dan kekayaan yang banyak untuk anak-anaknya kelak. Akan tetapi Allah tidak melihat kebaikan di dalam doanya itu. Yakni, kekayaan yang banyak itu justru dapat memalingkan anak-anak tersebut dari Allah. Dalam hal ini, Allah mendengar doa orang tersebut, menerimanya sebagai amal ibadah, dan mengabulkannya dengan cara yang sebaik-baiknya. Sebagai contoh lainnya, seseorang berdoa agar tidak terlambat dalam memenuhi perjanjian. Namun tampaknya lebih baik baginya jika ia sampai di tujuan setelah waktu yang ditentukan, karena ia dapat bertemu dengan seseorang yang memberikan sesuatu yang lebih bermanfaat untuk kehidupan yang abadi. Allah mengetahui masalah ini, dan Dia mengabulkan doa bukan berdasarkan apa yang dipikirkan orang itu, tetapi dengan cara yang terbaik. Yakni, Allah mendengar doa orang itu, tetapi jika Dia melihat tidak ada kebaikan dalam doanya itu, Dia memberikan apa yang terbaik bagi orang itu. Tentu saja hal ini merupakan rahasia yang sangat penting.

Ketika doa tidak dikabulkan, orang-orang tidak menyadari tentang rahasia ini, mereka mengira bahwa Allah tidak mendengar doa mereka. Sesungguhnya hal ini merupakan keyakinan orang-orang bodoh yang sesat, karena "Allah itu lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya sendiri." (Q.s. Qaf: 16). Dia Maha Mengetahui perkataan apa saja yang diucapkan, apa saja yang dipikirkan, dan peristiwa apa saja yang dialami seseorang. Bahkan ketika seseorang tertidur, Allah mengetahui apa yang ia alami dalam mimpinya. Allah adalah Yang menciptakan segala sesuatu. Oleh karena itu, kapan saja seseorang berdoa kepada Allah, ia harus menyadari bahwa Allah akan menerima doanya pada saat yang paling tepat dan akan memberikan apa yang terbaik baginya.

Doa, di samping sebagai bentuk amal ibadah, juga merupakan karunia Allah yang sangat berharga bagi manusia, karena melalui doa, Allah akan memberikan kepada manusia sesuatu yang Dia pandang baik dan bermanfaat bagi dirinya. Allah menyatakan pentingnya doa dalam sebuah ayat:

"Katakanlah: 'Tuhanku tidak mengindahkan kamu, andaikan tidak karena doamu. Tetapi kamu sungguh telah mendustakan-Nya, karena itu kelak azab pasti akan menimpamu'." (Q.s. al-Furqan: 77)

" Allah Mengabulkan Doa Orang-orang yang Menderita dan Berada dalam Kesulitan

Doa adalah saat-saat ketika kedekatan seseorang dengan Allah dapat dirasakan. Sebagai hamba Allah, seseorang sangat memerlukan Dia. Hal ini karena ketika seseorang berdoa, ia akan menyadari betapa lemahnya dan betapa hinanya dirinya di hadapan Allah, dan ia menyadari bahwa tak seorang pun yang dapat menolongnya kecuali Allah. Keikhlasan dan kesungguhan seseorang dalam berdoa tergantung pada sejauh mana ia merasa memerlukan. Misalnya, setiap orang berdoa kepada Allah untuk memohon keselamatan di dunia. Namun, orang yang merasa putus asa di tengah-tengah medan perang akan berdoa lebih sungguh-sungguh dan dengan berendah diri di hadapan Allah. Demikian pula, ketika terjadi badai yang menerpa sebuah kapal atau pesawat terbang sehingga terancam bahaya, orang-orang akan memohon kepada Allah dengan berendah diri. Mereka akan ikhlas dan berserah diri dalam berdoa. Allah menceritakan keadaan ini dalam sebuah ayat:

"Katakanlah: Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan berendah diri dengan suara yang lembut: 'Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur'." (Q.s. al-An'am: 63).

Di dalam al-Qur'an, Allah memerintahkan manusia agar berdoa dengan merendahkan diri:

"Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Q.s. al-A'raf: 55).

Dalam ayat lainnya, Allah menyatakan bahwa Dia mengabulkan doa orang-orang yang teraniaya dan orang-orang yang berada dalam kesusahan:

"Atau siapakah yang mengabulkan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu sebagai khalifah di bumi? Apakah ada tuhan lain selain Allah? Sedikit sekali kamu yang memperhatikannya." (Q.s. an-Naml: 62).

Tentu saja orang tidak harus berada dalam keadaan bahaya ketika berdoa kepada Allah. Contoh-contoh ini diberikan agar orang-orang dapat memahami maknanya sehingga mereka berdoa dengan ikhlas dan merenungkan saat kematian, ketika seseorang tidak lagi merasa lalai sehingga mereka berpaling kepada Allah dengan keikhlasan yang dalam. Dalam pada itu, orang-orang yang beriman, yang dengan sepenuh hati berbakti kepada Allah, selalu menyadari kelemahan mereka dan kekurangan mereka, mereka selalu berpaling kepada Allah dengan ikhlas, sekalipun mereka tidak berada dalam keadaan bahaya. Ini merupakan ciri penting yang membedakan mereka dengan orang-orang kafir dan orang-orang yang imannya lemah.

" Tidak Ada Pembatasan Apa pun dalam Berdoa

Seseorang dapat memohon apa saja kepada Allah asalkan halal. Hal ini karena sebagaimana telah disebutkan terdahulu, Allah adalah satu-satunya penguasa dan pemilik seluruh alam semesta; dan jika Dia menghendaki, Dia dapat memberikan kepada manusia apa saja yang Dia inginkan. Setiap orang yang berpaling kepada Allah dan berdoa kepada-Nya, haruslah meyakini bahwa Allah berkuasa melakukan apa saja dan bersungguh-sungguhlah dalam berdoa sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw.2 Ia perlu mengetahui bahwa mudah saja bagi-Nya untuk memenuhi keinginan apa saja, dan Dia akan memberikan apa yang diminta oleh seseorang jika di dalamnya terdapat kebaikan bagi orang itu dalam doa tersebut. Doa-doa para nabi dan orang-orang beriman yang disebutkan dalam al-Qur'an merupakan contoh bagi orang-orang beriman tentang hal-hal yang dapat mereka mohon kepada Allah. Misalnya, Nabi Zakaria a.s. berdoa kepada Allah agar diberi keturunan yang diridhai, dan Allah pun mengabulkan doanya, meskipun istrinya mandul:

"Yaitu ketika ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi-Mu seorang putra. Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia ya Tuhanku, seorang yang diridhai'." (Q.s. Maryam: 3-6).

Maka Allah mengabulkan doa Nabi Zakaria dan memberikan kepadanya berita gembira tentang Nabi Yahya a.s.. Setelah menerima berita gembira tentang seorang anak laki-laki, Nabi Zakaria merasa heran karena istrinya mandul. Jawaban Allah kepada Nabi Zakaria menjelaskan tentang sebuah rahasia yang hendaknya selalu dicamkan dalam hati orang-orang yang beriman:

"Zakaria berkata, 'Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal istriku adalah seorang yang mandul dan aku sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua.' Tuhan berfirman, 'Demikianlah.' Tuhan berfirman, 'Hal itu mudah bagi-Ku, dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu belum ada sama sekali'." (Q.s. Maryam: 8-9)

Ada beberapa Nabi lainnya yang disebutkan dalam al-Qur'an yang doa-doa mereka dikabulkan. Misalnya, Nabi Nuh a.s. memohon kepada Allah untuk menimpakan azab kepada kaumnya yang tersesat meskipun ia telah berusaha sekuat tenaga untuk membimbing mereka kepada jalan yang lurus. Sebagai jawaban dari doanya, Allah menimpakan azab besar kepada mereka yang tercatat dalam sejarah.

Nabi Ayub a.s. menyeru Tuhannya ketika ia sakit, ia berkata, "… Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang." (Q.s. al-Anbiya': 83). Sebagai jawaban terhadap doa Nabi Ayub, Allah berfirman sebagai berikut:

"Maka Kami pun mengabulkan doanya itu, lalu Kami hilangkan penyakit yang menimpanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (Q.s. al-Anbiya': 84).

Allah mengabulkan Nabi Sulaiman a.s. yang berdoa, "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi." (Q.s. Shad: 35). Maka Allah mengaruniakan kekuasaan yang besar dan kekayaan yang banyak kepadanya.

Oleh karena itu, orang-orang yang berdoa hendaknya mencamkan dalam hati ayat ini, "Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah.' Maka terjadilah ia. (Q.s. Yasin: 82) Sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, segala sesuatu itu mudah bagi Allah dan Dia Mendengar dan Mengetahui setiap doa.

" Allah Memberi Karunia di Dunia ini bagi Orang-orang yang Menginginkannya, Tetapi di Akhirat Mereka akan Menderita Kerugian

Orang-orang yang tidak memiliki ketakwaan kepada Allah dalam hatinya, dan imannya sangat lemah terhadap kehidupan akhirat, hanyalah menginginkan keduniaan. Mereka meminta kekayaan, harta benda, dan kedudukan hanyalah untuk kehidupan di dunia ini. Allah memberi tahu kita bahwa orang-orang yang hanya menginginkan keduniaan tidak akan memperoleh pahala di akhirat. Tetapi bagi orang-orang yang beriman, mereka berdoa memohon dunia dan akhirat karena mereka percaya bahwa kehidupan di akhirat sama pastinya dan sama dekatnya dengan kehidupan dunia ini. Tentang masalah ini, Allah menyatakan sebagai berikut:

"Di antara manusia ada orang yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,' dan tidak ada baginya bagian di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.' Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (Q.s. al-Baqarah: 200-2).

Orang-orang yang beriman juga berdoa memohon kesehatan, kekayaan, ilmu, dan kebahagiaan. Akan tetapi, semua doa mereka adalah untuk mencari keridhaan Allah dan untuk memperoleh kebaikan bagi agamanya. Mereka memohon kekayaan misalnya, adalah untuk digunakan di jalan Allah. Berkenaan dengan masalah ini, Allah memberikan contoh tentang Nabi Sulaiman di dalam al-Qur'an. Jauh dari keinginan untuk memperoleh dunia, doa Nabi Sulaiman untuk meminta kekayaan adalah demi tujuan mulia untuk digunakan di jalan Allah, untuk menyeru manusia kepada agama Allah, dan agar dirinya sibuk berdzikir kepada Allah. Kata-kata Nabi Sulaiman sebagaimana yang diceritakan dalam al-Qur'an menunjukkan niatnya yang ikhlas:

"Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik karena ingat kepada Tuhanku." (Q.s. Shad: 32).

Maka Allah mengabulkan doa Nabi Sulaiman a.s. tersebut dengan mengaruniakan kepadanya kekayaan yang sangat banyak di dunia dan ia akan memperoleh pahala di akhirat. Dalam pada itu, Allah juga mengabulkan keinginan orang-orang yang hanya menghendaki kehidupan dunia, namun azab yang pedih menunggu mereka di akhirat. Keuntungan yang telah mereka peroleh di dunia ini tidak akan mereka peroleh lagi di akhirat kelak.

Kenyataan yang sangat penting ini diceritakan dalam al-Qur'an sebagai berikut:

"Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia, Kami akan memberikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya bagian sedikit pun di akhirat. (Q.s. asy-Syura: 20).

"Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang, maka Kami segerakan baginya di dunia apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahanam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (Q.s. al-Isra': 18).

ALLAH MENAMBAHKAN NIKMATNYA KEPADA ORANG-ORANG YANG BERSYUKUR

Setiap orang sangat memerlukan Allah dalam setiap gerak kehidupannya. Dari udara untuk bernafas hingga makanan yang ia makan, dari kemampuannya untuk menggunakan tangannya hingga kemampuan berbicara, dari perasaan aman hingga perasaan bahagia, seseorang benar-benar sangat memerlukan apa yang telah diciptakan oleh Allah dan apa yang dikaruniakan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan orang tidak menyadari kelemahan mereka dan tidak menyadari bahwa mereka sangat memerlukan Allah. Mereka menganggap bahwa segala sesuatunya terjadi dengan sendirinya atau mereka menganggap bahwa segala sesuatu yang mereka peroleh adalah karena hasil jerih payah mereka sendiri. Anggapan ini merupakan kesalahan yang sangat fatal dan benar-benar tidak mensyukuri nikmat Allah. Anehnya, orang-orang yang telah menyatakan rasa terima kasihnya kepada seseorang karena telah memberi sesuatu yang remeh kepadanya, mereka menghabiskan hidupnya dengan mengabaikan nikmat Allah yang tidak terhitung banyaknya di sepanjang hidupnya. Bagaimanapun, nikmat yang diberikan Allah kepada seseorang sangatlah besar sehingga tak seorang pun yang dapat menghitungnya. Allah menceritakan kenyataan ini dalam sebuah ayat sebagai berikut:

"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.s. an-Nahl: 18).

Meskipun kenyataannya demikian, kebanyakan manusia tidak mampu mensyukuri kenikmatan yang telah mereka terima. Adapun penyebabnya diceritakan dalam al-Qur'an: Setan, yang berjanji akan menyesatkan manusia dari jalan Allah, berkata bahwa tujuan utamanya adalah untuk menjadikan manusia tidak bersyukur kepada Allah. Pernyataan setan yang mendurhakai Allah ini menegaskan pentingnya bersyukur kepada Allah:

"Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur. Allah berfirman, 'Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahanam dengan kamu semuanya'." (Q.s. al-A'raf: 17-8).

Dalam pada itu, orang-orang yang beriman karena menyadari kelemahan mereka, di hadapan Allah mereka memanjatkan syukur dengan rendah diri atas setiap nikmat yang diterima. Bukan hanya kekayaan dan harta benda yang disyukuri oleh orang-orang yang beriman. Karena orang-orang yang beriman mengetahui bahwa Allah adalah Pemilik segala sesuatu, mereka juga bersyukur atas kesehatan, keindahan, ilmu, hikmah, kepahaman, wawasan, dan kekuatan yang dikaruniakan kepada mereka, dan mereka mencintai keimanan dan membenci kekufuran. Mereka bersyukur karena telah dibimbing dalam kebenaran dan dimasukkan dalam golongan orang-orang beriman. Pemandangan yang indah, urusan yang mudah, keinginan yang tercapai, berita-berita yang menggembirakan, perbuatan yang terpuji, dan nikmat-nikmat lainnya, semua ini menjadikan orang-orang beriman berpaling kepada Allah, bersyukur kepada-Nya yang telah menunjukkan rahmat dan kasih sayang-Nya.

Sebagai balasan atas kesyukurannya, sebuah pahala menunggu orang-orang yang beriman. Ini merupakan rahasia lain yang dinyatakan dalam al-Qur'an; Allah menambah nikmat-Nya kepada orang-orang yang bersyukur. Misalnya, bahkan Allah memberikan kesehatan dan kekuatan yang lebih banyak lagi kepada orang-orang yang bersyukur kepada Allah atas kesehatan dan kekuatan yang mereka miliki. Bahkan Allah mengaruniakan ilmu dan kekayaan yang lebih banyak kepada orang-orang yang mensyukuri ilmu dan kekayaan tersebut. Hal ini karena mereka adalah orang-orang yang ikhlas yang merasa puas dengan apa yang diberikan Allah dan mereka ridha dengan karunia tersebut, dan mereka menjadikan Allah sebagai pelindung mereka. Allah menceritakan rahasia ini dalam al-Qur'an sebagai berikut:

"Dan ketika Tuhanmu memaklumkan: 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih'." (Q.s. Ibrahim: 7)

Mensyukuri nikmat juga menunjukkan tanda kedekatan dan kecintaan seseorang kepada Allah. Orang-orang yang bersyukur memiliki kesadaran dan kemampuan untuk melihat keindahan dan kenikmatan yang dikaruniakan Allah. Rasulullah saw. juga menyebutkan masalah ini, beliau saw. bersabda:

"Jika Allah memberikan harta kepadamu, maka akan tampak kegembiraan pada dirimu dengan nikmat dan karunia Allah itu.1

Dalam pada itu, seorang kafir atau orang yang tidak mensyukuri nikmat hanya akan melihat cacat dan kekurangan, bahkan pada lingkungan yang sangat indah, sehingga ia akan merasa tidak berbahagia dan tidak puas, maka Allah menjadikan orang-orang seperti ini hanya menjumpai berbagai peristiwa dan pemandangan yang tidak menyenangkan. Akan tetapi Allah menampakkan lebih banyak nikmat dan karunia-Nya kepada orang-orang yang ikhlas dan memiliki hati nurani.

Bahwa Allah menambah kenikmatan kepada orang-orang yang bersyukur, ini juga merupakan salah satu rahasia dari al-Qur'an. Bagaimanapun harus kita camkan dalam hati bahwa keikhlasan merupakan prasyarat agar dapat mensyukuri nikmat. Jika seseorang menunjukkan rasa syukurnya tanpa berpaling dengan ikhlas kepada Allah dan tanpa menghayati rahmat dan kasih sayang Allah yang tiada batas, tetapi rasa syukurnya itu hanya untuk menarik perhatian orang, tentu saja ini merupakan ketidakikhlasan yang parah. Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hati dan mengetahui ketidakikhlasannya tersebut. Orang-orang yang memiliki niat yang tidak ikhlas bisa saja menyembunyikan apa yang tersimpan dalam hati dari orang lain. Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya dari Allah. Orang-orang seperti itu bisa saja mensyukuri nikmat ketika tidak menghadapi penderitaan. Tetapi pada saat-saat berada dalam kesulitan, mungkin mereka akan mengingkari nikmat.

Perlu diperhatikan, bahwa orang-orang mukmin sejati tetap bersyukur kepada Allah sekalipun mereka berada dalam keadaan yang sangat sulit. Seseorang yang melihat dari luar mungkin melihat berkurangnya nikmat pada diri orang-orang yang beriman. Padahal, orang-orang beriman yang mampu melihat sisi-sisi kebaikan dalam setiap peristiwa dan keadaan juga mampu melihat kebaikan dalam penderitaan tersebut. Misalnya, Allah menyatakan bahwa Dia akan menguji manusia dengan rasa takut, lapar, kehilangan harta dan jiwa. Dalam keadaan seperti itu, orang-orang beriman tetap bergembira dan merasa bersyukur, mereka berharap bahwa Allah akan memberi pahala kepada mereka berupa surga sebagai pahala atas sikap mereka yang tetap istiqamah dalam menghadapi ujian tersebut. Mereka mengetahui bahwa Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kekuatannya. Sikap istiqamah dan tawakal yang mereka jalani dalam menghadapi penderitaan tersebut akan membuahkan sifat sabar dan syukur dalam diri mereka. Dengan demikian, ciri-ciri orang yang beriman adalah tetap menunjukkan ketaatan dan bertawakal kepada-Nya, dan Allah berjanji akan menambah nikmat kepada hamba-hamba-Nya yang mensyukuri nikmat-Nya, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.



© Harun Yahya Internasional 2004.
Hak Cipta Terpelihara. Semua materi dapat disalin, dicetak dan disebarkan dengan mencantumkan sumber situs web ini
info@harunyahya.com

Rabu, 29 April 2009

Kamis, 23 April 2009

Singkirkan Syetan-syetanmu

“Oleh : Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany”

Rasulullah Saw. Bersabda:

“Singkirkan syetan-syetanmu dengan ucapan Laailaaha Illalloh Muhammadur-Rasululloh, karena syetan itu diikat dengan kalimat itu sebagaimana kalian memembebani derita untanya dengan banyaknya tumpangan dan beban-beban yang dipikulnya.”

Singkirkan syetan-syetanmu dengan ikhlas dalam ucapan Laailaaha Illall0h, bukan sekadar ucapan verbal. Karena tauhid itu membakar syetan Jin dan syetan manusia, karena tauhid adalah neraka bagi syetan dan cahaya bagi orang yang manunggal (tauhid) pada Aloh.

Bagaimana anda mengucapkan Laailaaha Illalloh sedangkan dalam hati anda banyak Tuhan?

Segala sesuatu yang anda jadikan pegangan dan anda andalkan selain Alloh, maka sesuatu itu adalah berhala anda. Tauhid verbal (ucapan) tidak ada artinya jika qalbu anda musyrik. Tidak ada artinya menyucikan fisik sedangkan hati tetap najis.

Orang bertauhid itu menepiskan syetannya, sedangkan orang musyrik malah diperdaya oleh syetannya. Ikhlas adalah isi dari ucapan dan perbuatan, karena tanpa keikhlasan ucapan hanyalah kulit belaka, tanpa isi, yang tidak layak melainkan neraka belaka. Dengarkan ucapanku dan amalkan, karena mengamalkannya bisa mematikan neraka tamakmu dan menghancurkan duri nafsumu. Janganlah anda datangi suatu tempat yang bisa mengobarkan api watakmu yang bisa merobohkan rumah agama dan imanmu, dimana watak nafsu dan syetan berkobar lalu menghapus agama, iman dan yaqinmu. Karena itu jangan anda dengarkan ucapan mereka yang munafik yang penuh dengan kepura-puraan penuh dengan retorika keindahan. Nafsu itu senang dengan gaya seperti itu, seperti adonan roti yang masih mentah tanpa garam yang malah bisa merusak perut dan membuat hancur se-isi rumah.

Pengetahuan itu diambil dari ucapan para tokoh. Diantara para tokoh itu ada tokohnya Allah Azza wa-Jalla. Mereka adalah kaum Muttaqin, yang hatinya meninggalkan dunia, yang menjadi pewaris, dan yang ahli ma’rifat, mengamalkan ilmu dengan ikhlas. Dan segalanya tanpa ketaqwaan hanyalah sia-sia dan batil.

Kewalian itu hanya bagi orang yang taqwa di dunia dan di akhirat. Seluruh fondasi dan bangunan, dunia dan akhirat dari jiwa mereka. Sesungguhnya Alloh mencintai hamba-hambaNya yang taqwa dan berbuat kebajikan, yang sabar. Manakala anda punya intuisi yang benar, pasti anda akan mengenal mereka, mencintai mereka dan mensahabati mereka.

Intuisi itu benar manakala dicahayai oleh kema’rifatan kepada Alloh dalam hati. Karena itu jangan berpijak pada intuisi-mu jika belum ditimbang dengan ma’rifatulloh Azza wa-Jalla, hingga jelas benar informasi mengenai kebenaran dan kebajikan.

Tutuplah matamu dari perkara yang haram, dan kendalikan dirimu dari syahwat, lalu kembalikan dirimu pada makanan yang halal, serta jagalah batinmu dengan muroqobah kepada Alloh Azza-Wajalla, lahiriyahmu mengikuti jejak Sunnah Nabi saw. Maka intuisimu akan benar dan layak, benar pula ma’rifatmu kepada Alloh Azza wa-Jalla Akal

dan hatimu anda didik. Sedangkan watak dan nafsu serta kebiasaan sehari-hari yang buruk, tidak bisa dididik dan tidak ada kemuliaannya.

Anak-anak sekalian…Belajarlah dan ikhlaslah, hingga anda bersih dari duri kemunafikan, lalu ikatlah. Carilah ilmu karena Alloh Azza wa-Jalla, bukan demi kepentingan makhluk dan dunia.
Tanda anda mencari ilmu karena Alloh Azza-wa-Jalla, adalah rasa takut dan gentarmu dari Alloh ketika perintah dan laranganNya tiba, dan anda sangat fokus di sana, merasa hina di hadapanNya, tawadlu terhadap sesama namun tanpa kepentingan pada mereka, sama sekali tidak berharap dari apa yang menjadi milik mereka.

Anda malah harus bersedekah karena Alloh Azza wa-Jalla dan konsisten. Karena shadaqah yang diberikan bukan karena Alloh Azza-wa-Jalla adalah musuh, dan berpijak pada tindakan seperti itu akan musnah. Pemberian yang motivasinya bukan karena Alloh adalah kegagalan.

Nabi Saw, bersabda:

“Iman ini ada dua bagian; sebagian sabar dan sebagian lagi syukur.”
(Hr. As-Suyuthy dari Anas ra)

Bila anda tidak sabar atas derita, tidak syukur atas nikmat, maka anda belum beriman. Karena hakikat Islam adalah Istyislam (pasrah diri total pada Allah).

Ya Allah hidupkan hati kami dengan tawakkal kepadaMu, dengan taat dan dzikir hanya bagiMu, dengan berserasi padaMu, dengan Tauhid hanya bagiMu.

Kalau bukan karena tokoh-tokoh Allah di muka bumi yang ada di hatimu, pastilah sudah hancur kalian semua. Sebab Allah azza wa-Jalla mengalihkan adzabNya, karena doa mereka itu. Rupa Nabi memang sudah tiada, namun maknanya senantiasa abadi sampai kiamat. Bila tidak, bagaimana mungkin senantiasa ada 40 tokoh Ilahi yang senantiasa muncul di muka bumi? Dimana hati mereka ada makna-makna nubuwwah, hatinya seperti satu hati dari para Nabi. Diantara mereka ada Khalifah Allah dan rasul-rasulNya di muka bumi, yaitu para Ulama yang menggantikan sebagai pewaris Nabi.

Nabi Saw; bersabda:
“Para Ulama adalah pewaris para Nabi.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Majah, Abu Dawud, dan Ibnu Hajar).

Merekalah pewaris, penjaga, baik tindakan maupun ucapan. Karena ucapan tanpa tindakan sama sekali tidak menyamainya, dan itu hanya pengakuan-pengakuan belaka tanpa bukti, sama sekali tidak sama

(tidak berhak menyandang pewaris).

Anak-anak sekalian, aku jelaskan agar kalian memegang teguh Kitab dan Sunnah serta mengamalkan keduanya, ikhlas dalam beramal.

Aku melihat Uama-ulama kalian bodoh-bodoh. Yang anda anggap zuhud malah memburu dunia, berserah diri pada makhluk, namun alpa pada Al-Khaliq Azza wa-Jalla. Percaya pada selain Alloh Azza wa-Jalla adalah penyebab laknat. Nabi saw, bersabda:

“Dilaknati! Dilaknati! Makhluk yang kepercayaannya pada makhluk sesamanya”.

Sabdanya pula:

“Siapa yang menggantungkan rasa butuhnya pada makhluk maka dia menjadi hina.”

Sungguh! Bila anda keluar dari makhluk maka anda akan bersama Sang Khaliq Azza wa-Jalla, Dia Yang Maha Tahu apa yang membahagiakanmu dan mencelakakanmu. Bedakan apa yang membahagiakan bagimu dan apa yang bagi orang lain.
Hendaknya anda tetap teguh dengan langgeng di pintuNya Azza wa-Jalla, dan memutuskan dunia dari hatimu, maka anda bakal menemukan kebajikan dunia dan akhirat. Dan hal demikian tidak bisa sempurna, ketika makhluk dan riya’ ada di hatimu, yang lain dan segala selain Alloh Azza wa-Jalla tetap di hatimu, maka tak bisa dinilai sedikit pun hati anda.

Jika anda tidak sabar anda tidak bisa beragama, tidak ada modal bagi iman anda.
Nabi saw, bersabda:

“Sabar itu bagian dari iman, seperti kepala bagi fisik tubuh”

(H.r. Al-Hindy dan al-Iraqy).

Makna sabar, berarti anda tidak pernah mengeluh, tidak bergantung pada sebab akibat dunia, dan tidak membenci cobaan, juga tidak senang hilangnya cobaan. Seorang hamba ketika tawadlu karena Alloh Azza wa-Jalla saat fakir dan sangat butuh, dan ia sabar bersamaNya untuk mengikuti kehendakNya, tidak tidak congkak dengan sifat-sifatnya, lalu meraih pencerahan dalam ibadah di tengah kegelapan, berusaha dengan pandangan mata kasih sayang, maka Alloh akan mencukupinya dan keluarganya dengan kecukupan tiada terduka.
Allah swt berfirman:

“Siapa yang bertaqwa kepada Alloh maka bakal diberi jalan keluar, dan diberi rizki yang tak terhingga.” (Ath-Thalaq 2).

Anda ini seperti tukang bekam yang mengeluarkan penyakit orang lain, sedangkan dirimu penuh penyakit yang tak bisa anda keluarkan. Saya melihat anda semua sepertinya bertambah ilmunya secara lahiriyah, namun secara batin malah tampak tolol.

Dalam kitab Taurat disebutkan: “Siapa yang bertambah ilmunya, maka bertambahlah sedihnya.”

sumber : http://sufinews.com/

Cinta Kepada Allah dan Cinta Kepada Rasulullah SAW


Di sini tak ada penyesalan
Yang ada hanyalah cinta Kepada Allah dan Kepada Rasulullah SAW
Disamping mengetahui haknya Sebagai hamba
Dan haknya Terhadap sesama

Kalimat hikmat tersebut tertulis dalam sebuah sudut tembok tua di Pesantren Pesulukan Thariqat Agung Tulung Agung. Para santri, para tamu dan mereka yang sedang melakukan suluk Thoriqoh senantiasa membaca kalimat ini. Kalimat yang sepintas aneh namun memiliki sentakan hati yang menusuk kegelapan dunia, sekaligus membangunkan kelelapan hamba.

Kalimat sederhana, tetapi merupakan simpul dari seluruh perjalanan Mi’raj Kaum Sufi di seluruh dunia, pengetahuan sekaligus hikmah terdalam, dan akhir sebuah perjalanan. Mencintai Allah dan mencintai Rasul SAW-Nya, mengetahui haknya sebagai hamba dan haknya terhadap sesama hamba. Menemui Allah itu tidak akan pernah tergapai manakala sang hamba tidak pernah mencintai Rasul SAW-Nya. Mencintai Rasul SAW kelak secara otomatis mengikuti jejak-jejak sang Rasul SAW. Ketika seorang hamba menempuh perjalanan amal dan menggapai derajat luhur: bahwa semua itu merupakan penjejakan dalam Islam, suatu orientasi semata menuju kepada Allah SWT.

Dalam suatu ayat Al-Qur’an dijelaskan: “Katakanlah, apabila orangtuamu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu dan keluargamu, dan harta-harta yang kamu berusaha meraih keuntungannya, serta perdagangan yang kamu takutkan akan kebangkrutannya dan tempat-tempat tinggal yang kamu senangi, ternyata lebih kamu cintai dibandingkan mencintai Allah dan Rasul SAW-Nya serta jihad di jalan-Nya, maka tunggulah, sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya. Dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”(at-Taubah : 25)

Cinta atau mahabbah ternyata menempati posisi luhur dalam kehidupan beragama. Banyak orang menyangka, apa yang dilakukan selama ini sudah menempati posisi cinta itu, padahal ia sekedar menjalankan suatu perintah belaka, tanpa penghayatan rasa cinta sampai ke dalam batin, rasa cinta yang menyentuh ruh dan lubuk kalbunya. Betapa dahsyatnya cinta kepada Allah dan Rasul SAW-Nya ini, sampai Allah memperingatkan dengan berbagai versi dalam ayat Al Qur’an maupun Hadits Rasul SAW dalam riwayat Al Bukhari dan Abdullah bin Hisyam dijelaskan.

“Kami bersama Rasulullah SAW. Ketika itu Rasulullah SAW sedang memegang tangan Umar bin Al Khatab, lalu Umar berkata, “Wahai Rasulullah SAW engkau adalah orang yang paling kucintai dibanding segalanya selain diriku.” Lalu Rasulullah SAW balik menjawab, “Tak seorang pun beriman secara sempurna sampai aku lebih dicintai dibanding dirinya sendiri.” Umar kembali menegaskan, “Engkau sekarang, lebih kucintai dibanding diriku sendiri.” Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Sekarang begitu wahai Umar.”

Dalam hadits lain yang dikeluarkan oleh Imam Muslim disebutkan,

” Nabi SAW bersabda, “Apabila Allah Azza wa Jalla mencintai seorang hamba, Dia berfirman kepada Jibril. “Wahai Jibril Aku mencintai seseorang, maka cintailah dia.” Lantas Jibril mengumumkan kepada seluruh penghuni langit, “Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar mencintai seorang hamba maka hendaknya kalian mencintainya. ” Lalu penghuni langitpun mencintai hamba itu, dan hamba itu pun diterima oleh manusia di muka bumi….dst.

Dalam konsep Sufi, mahabbah atau cinta menempati posisi ruhani yang luhur dan mulia. Menurut Abul Qasim al-Qusyairy dalam kitabnya Ar Risalah al-Qusyairiyah, Allah menyaksikan sang hamba melalui cinta itu dan Allah mempermaklumkan cinta-Nya itu kepada hamba tersebut. Maka Allah SWT disifati sebagai sang Pecinta kepada hamba dan begitu pula si hamba disifati sebagai pencinta kepada Allah SWT. Itu berarti bahwa cinta Allah kepada hambaNya itu adalah semata Kehendak-Nya agar ada pelimpahan

Kasih Sayang kepada sang hamba sebagaimana dengan rahmat-Nya ketika melimpahkan nikmat-Nya kepada hamba. Jadi Mahabbah atau cintai memiliki nuansa khusus dibanding Rahmat. Sementara Rahmat tersebut lebih sebagai merupakan pelimpahan-pelimpah an nikmat secara umum. Secara khusus Allah melimpahkan nikmat kepada hamba-Nya dalam gairah ruhani sang hamba, yang kemudian disebut cinta atau mahabbah.

Pengalaman Sufi

Para sufi seringkali menyebutkan mahabbah atau cinta. Hampir seluruh puja dan puji para Sufi mendendangkan keharuan cinta dan kedahsyatan rindunya. Pecinta agung sepanjang zaman Rabi’ah Adawiyah misalnya, telah mampu mencapai tingkat cinta tertinggi dan dengan cinta itu pula Rabi’ah mendapatkan tempat mulia di sisi Allah SWT. Seluruh istana sufi, hampir-hampir dipenuhi ornamen-oprnamen kecintaan kepada Sang Kekasih hingga pada tahap tertentu sang hamba seakan-akan menyatu dengan Kekasih-Nya. Sejumlah pengalaman cinta para sufi begitu kuat terdefinisi dalam simpul-simpul berikut:

  • Cinta berarti kecenderungan pesona sang kekasih dengan penuh kebimbangan hati.
  • Cinta adalah mengutamakan kekasihnya di atas segala yang dikasihi.
  • Cinta adalah keselarasan jiwa dengan Sang Kekasih di dalam dunia nyata maupun dunia tidak nyata.
  • Cinta adalah peleburan si pencita dengan sifat-sifat Nya dan Peneguhan Cinta-Nya dengan Dzat-Nya.
  • Cinta merupakan selaras hati dengan Kehendak-Nya.
  • Cinta berarti rasa takut bila berlaku tidak sopan pada saat menegakkan pengabdiannya.

Al Bustamy mengatakan, cinta adalah membebaskan segala hal-hal sebesar apapun yang datang dari egomu, dan membesarkan hal-hal yang kecil yang datang dari kekasihmu.

Junaid al-Bagdady menegaskan, cinta berarti merasuknya sifat-sifat Sang Kekasih, meraih sifat-sifat sang pecinta. Si pencita sudah lebur dalam kenangan dan ingatan sang kekasih.

Abu Abdullah al-Qurasy mengatakan, cinta berarti menyerahkan dirimu kepada Sang Kekasih tanpa sedikitpun tersisa.

Sedangkan Asy Syibly menyatakan, cinta yang kemudian disebut mahabbah hanya karena mahabbah sudah melenyapkan seluruh sisi hati, kecuali hanya Sang Kekasih.

Dalam suatu forum diantara para syeikh sufi di Mekkah, al-Junaid adalah peserta termuda. Lalu ia dipanggil, “Hai orang Irak, apa pendapatmu tentang cinta?” Tiba-tiba al Junaid menundukkan kepala. Air matanya meleleh dan sesenggukan, lalu bicara. “Cinta adalah seorang pelayan yang meninggalkan jiwanya dan melekatkan dalam pelukan Dizkir kepada-Nya. Mengukuhkan diri dalam melaksanakan perintah-Nya dengan kesadaran penuh bahwa Dia dalam hatinya. Cahaya Dzat-Nya telah membakar hatinya lalu ikut meminum dalam pesta minuman suci dari cangkir cinta-Nya. Lalu Yang Maha Kuasa tersingkap dari balik tiraiNya sampai ia hanya bicara dengan kata-kata yang selaras denga perintah-Nya, apa yang diucapkannya berasal dari-Nya. Ketika ia bergerak, ia bergerak karena perintah-Nya, ketika ia diam karena diamnya bersama Allah.” Mendengar penuturan al-Junaid semua syeikh menangis, lalu berkata, “Tak ada yang perlu diucapkan lagi. Semoga Allah menguatkan dirimu, wahai mahkota para sufi.”

Dalam riwayat, Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Daud as,

Aku telah melarang cinta untuk-Ku yang merasuk di hati manusia, manakala cinta kepada selain diri-Ku masih punya tempat di hatinya.”

Dikisahkan tentang munajat Rabi’ah Adawiyah, “Tuhanku, akankah Engkau membakar dengan api, hati yang mencintaiMu? ” Tiba-tiba muncul bisikan lembut, “Kami tidak akan melakukan hal seperti itu. Jangan dirimu menyangka buruk seperti itu kepadaKu…”

Cinta Kepada Rasulullah SAW

Pengalaman-pengalaman sufi tentang cinta, sebenarnya tidak bisa lepas dari rasa cintanya kepada Rasulullah SAW. Al Bushiry Asy Syadizily, penulis sajak-sajak Al Burdah yang monumental itu, sungguh sangat anggun ketika melantunkan gairah cintanya kepada Rasulullah SAW. Sebab selain seorang Rasul SAW utama, Kanjeng Nabi Muhammad SAW adalah kekasih utama-Nya pula. Bentuk cinta seorang hamba kepada Rasulullah SAW-Nya adalah melalui peneladanan sunnah-sunnahnya, mendoakan melalui Shalawat Nabi kepadanya. Bahkan menghayati seluruh jalan hidupnya. Rasulullah SAW adalah teladan mulia, bagaimana para hamba mencintainya, sampai pada dataran dimana cinta benar-benar agung dalam jiwa para hamba, sebagaimana cinta yang dilukiskan para sufi itu. Mencintai Rasulullah SAW berarti mencintai Allah, dan sebaliknya mencintai Allah juga berarti mencintai Rasulullah SAW.

Apa yang disebut dengan Cahaya Muhammad adalah bentuk Kemaharinduan dan Kemahacintaan Ilahi, dimana Cahaya Muhammad adalah titik Pertama yang kelak melimpah menjadi Jagad Raya dan seluruh mahluk ciptaan-Nya. Karena itu dalam tradisi tarekat, shalawat kepada Nabi senantiasa mengiringi dzikir para sufi karena Cahaya Muhammad itulah awal dimana Allah menciptakan dan kemudian ciptaan-Nya itu mengenal-Nya dengan gairah cinta-Nya.

Dalam hadits Qudsi disebutkan, “Aku adalah khazanah tersembunyi, lalu aku ingin sekali (dengan segala Cinta-Ku) untuk dikenal, maka Kuciptakanlah mahluk agar ma’rifat kepadaKu.” Cinta kepada Rasulullah SAW berati juga suatu kesadaran agung dimana seorang hamba mengenal dirinya sebagai hamba, dengan segala hak-hak (kewajiban kehambaan, ubudiyah) dan mengenal dirinya sebagai hamba yang memiliki hak terhadap sesama hamba. Cinta tidak mengenal batas agama, batas golongan, batas geografi, batas suku dan batas-batas sosial lainnya. Cinta kepada Rasulullah SAW adalah awal kecintaan hamba terhadap sesama hamba mahluk Allah SWT. Kecintaan yang tak bisa digambarkan dengan jual beli duniawi atau penghargaan materi. Tetapi cinta yang membumbung dalam rahasia terdalam dari lubuk hamba kepada kekasih-Nya, Muhammad SAW. Mari kita renungkan, suatu wacana cinta di bawah ini: “Dosa orang-orang yang ma’rifat adalah menggunakan ucapan, penglihatan mereka untuk kepentingan duniawi dan meraih keuntungan darinya. Sedangkan pengkhianatan pecinta adalah mengutamakan hawa nafsu mereka dibandingkan mengutamakan Ridha Allah SWT dalam urusan yang mereka hadapi. Sedang dusta para pemula di jalan sufi adalah jika mereka lebih peduli terhadap kesadaran akan hal-hal manusiawi, dibanding kesadaran akan dzikir dan memandang Allah SWT,” demikian kata sufi besar, Abu Utsman.

Di Balik istighfar dan Shalawat Nabi SAW

Apa hubungan lstighfar dengan Shalawat Nabi SAW? Mengapa dalam praktik sufi senantiasa ada dzikir istighfar dan Shalawat Nabi dalam setiap wirid-wiridnya? Hubungan istighfar dengan shalawat, ibarat dua keping mata uang. Sebab orang yang bershalawat mengakui dirinya sebagai hamba yang lebur dalam wahana Sunnah Nabi. Leburnya kehambaan itulah yang identik dengan kefanaan hamba ketika beristighfar. Shalawat Nabi merupakan syariat sekaligus mengandung hakikat. Disebut syariat karena Allah SWT memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman agar memohonkan Shalawat dan Salam kepada nabi.

Dalam firman-Nya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya senantiasa bershalawat kepada nabi. Wahai, orang-orang beriman bershalawatlah kepada Nabi dan mohonkan salam baginya,” (QS. 33 : 56)

Beberapa hadits di bawah ini sangat mendukung firman Allah Ta’ala tersebut:

  1. Suatu hari Rasulullah SAW datang dengan wajah tampak berseri-seri dan bersabda: “Malaikat Jibril datang kepadaku sambil berkata, “Sangat menyenangkan untuk engkau ketahui wahai Muhammad, bahwa untuk satu shalawat dari seorang umatmu akan kuimbangi dengan sepuluh doa baginya. Dan sepuluh salam bagiku akan kubalas dengan sepuluh salam baginya.” (HR. An-Nasal)
  2. Sabda Rasulullah SAW: “Kalau orang bershalawat kepadaku maka malaikat juga akan mendoakan keselamatan yang sama baginya. Untuk itu hendaknya dilakukan meskipun sedikit atau banyak.” (HR. lbnu Majah dan Thabrani).
  3. Sabda Nabi SAW: “Manusia yang paling utama bagiku adalah yang paling banyak shalawatnya. “ (HR. Abu Dhawud).
  4. Sabdanya: “Paling bakhilnya manusia ketika ia mendengar namaku disebut dia tidak mengucapkan shalawat bagiku,” (HR. At-Tharmidzi) . “Perbanyaklah shalawat bagiku di hari Jum’at.” (HR. An-Nasal)
  5. Sabdanya: “Sesungguhnya di bumi ada malaikat yang berkeliling dengan tujuan menyampaikan shalawat umatku kepadaku.” (HR. An-Nasa’i)
  6. Sabdanya: “Tak seorangpun yang bershalawat kepadaku melainkan Allah mengembali-kan ke ruhku sehingga aku menjawab salam kepadanya.” (HR. Abu Dhawud)

Tentu, tidak sederhana menyelami keagungan Shalawat Nabi. Karena setiap kata dan huruf dalam shalawat yang kita ucapkan mengandung atmosfir ruhani yang sangat dahsyat. Kedahsyatan itu tentu karena posisi Nabi Muhammad SAW sebagai hamba Allah, Nabiyullah,

Rasulullah SAW, Kekasih Allah dan Cahaya Allah. Dan semesta raya ini diciptakan dari Nur Muhammad sehingga setiap detak huruf dalam shalawat pasti mengandung elemen metafisik yang luar biasa. Mengapa kita musti membaca Shalawat dan Salam kepada nabi, sedangkan nabi adalah manusia paripurna, sudah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu maupun yang akan datang?

Beberapa alasan berikut ini sangat mendukung perintah Allah SWT.

  1. Nabi Muhammad SAW adalah sentral semesta fisik dan metafisik, karena itu seluruh elemen lahir dan batin mahluk ini merupakan refleksi dari cahayanya yang agung. Bershalawat dan bersalam yang berarti mendoakan beliau adalah bentuk lain dari proses kita menuju jati diri kehambaan yang hakiki di hadapan Allah melalui “titik pusat gravitasi” ruhani, yaitu Muhammad Rasulullah SAW.
  2. Nabi Muhammad SAW adalah manusia paripurna. Segala doa dan upaya untuk mencintainya berarti kembali kepada orang yang mendoakan tanpa reserve. Ibarat gelas yang sudah penuh air, jika kita tuangkan air pada gelas tersebut, pasti tumpah. Tumpahan itulah kembali pada diri kita, tumpahan Rahmad dan AnugerahNya melalui gelas piala Kekasih-Nya, Muhammad SAW.
  3. Shalawat Nabi mengandung syafa’at dunia dan akhirat. Semata karena filosofi Kecintaan Ilahi kepada Kekasih-Nya itu meruntuhkan Amarah-Nya. Sebagaimana dalam hadits Qudsi, “Sesungguhnya Rahmat-Ku mengalahkan Amarah-Ku.” Siksaaan Allah tidak akan turun pada ahli Shalawat Nabi karena kandungan kebajikannya yang begitu par-exellent.
  4. Shalawat Nabi menjadi tawashul bagi perjalanan ruhani umat Islam. Getaran bibir dan detak jantung akan senantiasa membumbung ke alam Samawat (alam ruhani) ketika nama Muhammad SAW disebutnya. Karena itu mereka yang hendak menuju kepada Allah (wushul), peran Shalawat sebagai pendampingnya. Karena keparipurnaan Nabi itu menjadi jaminan bagi siapa pun yang hendak bertemu dengan Yang Maha Paripurna.
  5. Nabi Muhammad SAW sebagai nama dan predikat bukan sekadar lambang dari sifat-sifat terpuji tetapi mengandung fakta tersembunyi yang universal yang ada dalam Jiwa Muhammad SAW. Dan dialah sentral satelit ruhani yang menghubungkan hamba-hamba Allah dengan Allah. Karena sebuah penghargaan Cinta yang agung itu hilang begitu saja. Estetika Cinta Ilahi justru tercermin dalam Keagungan-Nya dan Keagungan itu ada di balik desah doa yang disampaikan hamba-hamba- Nya buat Kekasih-Nya.
  6. Allah pun bershalawat kepada Nabi, begitu juga para malaikat-Nya. Duhai kaum beriman bershalawat dan bersalamlah kepada Nabi SAW.

Para sufi memberikan pengajaran sistematis kepada umat melalui Shalawat Nabi itu sendiri. Dan Shalawat Nabi yang berjumlah ratusan macam itu lebih banyak justru dari ajaran Nabi sendiri. Model shalawat yang diwiridkan para pengikut tarekat juga memiliki sanad yang sampai kepada Nabi SAW. Oleh sebab itu itu, Shalawat adalah cermin Nabi Muhammad SAW yang memantul melalui jutaan bahkan milyaran hamba-hamba Allah bahkan bilyunan para malaikat-Nya.

Wa Allohu A’lam

sumber : http://masharryy.wordpress.com